Anak muda kalau rajin beramal di waktu mudanya,
maka akan jadi amalan tak terputus hingga waktu tuanya. Inilah faedah dari
surat At-Tiin yang kita kaji kali ini.
Allah Ta’ala berfirman,
وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ (1)
وَطُورِ سِينِينَ (2) وَهَذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ (3) لَقَدْ خَلَقْنَا
الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ
(5) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ
مَمْنُونٍ (6) فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّينِ (7) أَلَيْسَ اللَّهُ
بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ (8)
“Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit
Sinai, dan demi kota (Mekah) ini yang aman. Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke
tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. Maka
apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya
keterangan-keterangan) itu? Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?” (QS.
At-Tiin: 1-8)
Keutamaan Nabi Ulul ‘Azmi
Allah telah bersumpah dengan tiga tempat diutusnya
para Nabi Ulul ‘Azmi yaitu
1. Tempat adanya buah tiin dan zaitun, yaitu
Baitul Maqdis, tempat diutusnya Nabi ‘Isa ‘alaihis salam.
2. Bukit Sinai yaitu tempat Allah berbicara
langsung dengan Nabi Musa bin ‘Imran ‘alaihis salam.
3. Negeri Mekah yang penuh rasa aman, tempat
diutus Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Tafsir Al-Qur’an
Al-‘Azhim, 7: 601)
Sumpah dengan tiga hal di atas menunjukkan
kemuliaan Nabi Ulul ‘Azmi –semoga bagi mereka shalawat dan salam-.
Dari Sempurna Lalu Masuk Neraka
Setelah bersumpah dengan tiga tempat tersebut,
lalu disebutkan al-muqsam ‘alaih yaitu isi sumpah,
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ
فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (5) إِلَّا الَّذِينَ
آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang
serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (QS. At Tiin:
4-6).
Tafsiran pertama dari ayat di atas, manusia
diciptakan dalam bentuk sebaik-baiknya yang sempurna. Kemudian ia akan masuk
dalam neraka. Demikian yang dikatakan oleh Mujahid, Abul ‘Aliyah, Al-Hasan
Al-Bashri, Ibnu Zaid dan selainnya. Ia masuk neraka dikarenakan ia tidak mau
taat pada Allah Ta’ala dan enggan mengikuti ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Yang selamat dari neraka adalah orang yang beriman dan beramal shalih,
bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7:
601)
Tafsiran kedua dari ayat di atas, manusia
diciptakan dalam keadaan kuat ketika muda lalu dikembalikan di usia tua dalam
keadaan lemah. Tafsiran kedua ini disebutkan dari Ibnu ‘Abbas dan ‘Ikrimah.
Pendapat ini juga dianut oleh Ibnu Jarir.
Namun menurut Ibnu Katsir, ayat di atas sama
seperti maksud ayat,
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ
الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ 3
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar
dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-3). Maksudnya, yang dikembalikan ke
tempat yang rendah adalah dijadikan orang yang merugi. Yang tidak merugi
hanyalah orang yang beriman dan beramal shalih.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
فَحَكَمَ عَلَى النَّوْعِ
كُلِّهِ وَالْأُمَّةِ الْإِنْسَانِيَّةِ جَمِيعِهَا بِالْخَسَارَةِ وَالسُّفُولِ
إلَى الْغَايَةِ إلَّا الْمُؤْمِنِينَ الصَّالِحِينَ
“Seluruh manusia dan umat berada dalam kerugian
dan keadaan yang serendah-rendahnya kecuali orang beriman dan beramal shalih.”
(Majmu’ah Al-Fatawa, 2: 5)
Karena kalau diartikan keadaan yang rendah (jelek)
dalam surat At-Tiin adalah keadaan di waktu harom
(waktu tua), sebenarnya orang beriman pun ada yang
merasakan sulit beramal di waktu tuanya. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7: 601)
Sedari Muda Hingga Tua
Penjelasan dari ulama tafsir yang lain ….
Maksud ayat “Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” ada empat pendapat. Di antara pendapat
tersebut adalah “Kami telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya seperti
di waktu mudanya yaitu dalam keadaan kuat dan semangat untuk beramal.” Pendapat
ini dipilih oleh ‘Ikrimah.
“Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang
serendah-rendahnya”. Menurut Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah, Ibrahim dan Qatadah, juga
Adh-Dhahak, yang dimaksudkan dengan bagian ayat ini adalah “dikembalikan ke
masa tua renta setelah berada di usia muda, atau dikembalikan di masa-masa
tidak semangat untuk beramal setelah sebelumnya berada di masa semangat untuk
beramal.”
Masa tua adalah masa tidak semangat untuk beramal.
Seseorang akan melewati masa kecil, masa muda, dan masa tua. Masa kecil dan
masa tua adalah masa sulit untuk beramal, berbeda dengan masa muda, yaitu masa
emas untuk beramal shalih.
Ibrahim An-Nakha’i mengatakan, “Jika seorang
mukmin berada di usia senja dan pada saat itu sangat sulit untuk beramal, maka
dia akan dicatat sebagaimana dahulu (di waktu muda) dia pernah beramal. Inilah
yang dimaksudkan dengan firman Allah (yang artinya): bagi mereka pahala yang
tiada putus-putusnya.”
Ibnu Qutaibah mengatakan, “Makna firman Allah yang
artinya “Kecuali orang-orang yang beriman” adalah kecuali orang-orang yang
beriman di waktu mudanya, di saat kondisi fit (semangat) untuk beramal, maka
mereka di waktu tuanya nanti tidaklah berkurang amalan mereka. Walaupun mereka
tidak mampu melakukan amalan ketaatan di saat usia senja. Karena Allah Ta’ala
Maha Mengetahui, seandainya mereka masih diberi kekuatan beramal sebagaimana
waktu mudanya, maka mereka tidak akan berhenti dari beramal kebaikan. Maka
orang yang gemar beramal di waktu mudanya, (di saat tua renta), dia akan diberi
ganjaran sebagaimana di waktu mudanya.” (Lihat Zaad Al-Masiir, 9: 172-174 dan
Tafsir Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 7: 72)
Jika seseorang sulit beramal di waktu tua padahal
waktu mudanya gemar beramal, maka ia tetap dicatat seperti keadaannya di waktu
muda. Sama halnya keadaannya seperti orang yang sakit dan bersafar. Dalam
hadits Abu Musa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ
سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
“Jika seorang hamba sakit atau bersafar, maka
dicatat baginya semisal keadaan ketika ia beramal saat mukim atau sehat.” (HR.
Bukhari no. 2996)
Berlindung dari Keadaan Jelek di Waktu Tua
Jadi, usia muda adalah masa fit (semangat) untuk
beramal. Oleh karena itu, manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya. Janganlah
disia-siakan. Mintalah juga perlindungan kepada Allah dari usia tua yang jelek
sebagaimana do’a yang Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam contohkan. Anas
bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
biasa meminta perlindungan dengan do’a,
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ
مِنَ الْكَسَلِ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَرَمِ
، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبُخْلِ
Allahumma inni a’udzu bika minal kasl wa a’udzu
bika minal jubn, wa a’udzu bika minal harom, wa a’udzu bika minal bukhl
[artinya: Ya Allah, aku meminta perlindungan
pada-Mu dari rasa malas, aku meminta perlindungan pada-Mu dari lemahnya hati,
aku meminta perlindungan pada-Mu dari usia tua (yang sulit untuk beramal) dan
aku meminta perlindungan pada-Mu dari sifat kikir (pelit)].” (HR. Bukhari no.
6371)
Ada empat hal yang diminta dilindungi dalam doa di
atas:
1- Sifat al-kasal, yaitu tidak ada atau kurangnya
dorongan (motivasi) untuk melakukan kebaikan padahal dalam keadaan mampu untuk
melakukannya. Inilah sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Nawawi rahimahullah.
Bedanya dengan kasal dan ‘ajz, ‘ajz itu tidak ada
kemampuan sama sekali, sedangkan kasal itu masih ada kemampuan namun tidak ada
dorongan untuk melakukan kebaikan.
2- Sifat al-jubn, artinya berlindung dari rasa
takut (lawan dari berani), yaitu berlindung dari sifat takut untuk berperang
atau tidak berani untuk beramar ma’ruf nahi mungkar. Juga do’a ini bisa berarti
meminta perlindungan dari hati yang lemah.
3- Sifat al-harom, artinya berlindung dari kembali
pada kejelekan umur (di masa tua). Ada apa dengan masa tua? Karena pada masa
tua, pikiran sudah mulai kacau, kecerdasan dan pemahaman semakin berkurang, dan
tidak mampu melakukan banyak ketaatan.
4- Sifat al-bukhl, artinya berlindung dari sifat
pelit (kikir). Yaitu do’a ini berisi permintaan agar seseorang bisa menunaikan
hak pada harta dengan benar, sehingga memotivasinya untuk rajin berinfak (yang
wajib atau yang sunnah), bersikap dermawan dan berakhlak mulia. Juga do’a ini
memaksudkan agar seseorang tidak tamak dengan harta yang tidak ada padanya.
(Lihat Syarh Shahih Muslim, 17: 28-30)
Allah adalah Hakim Seadil-Adilnya
Di akhir ayat, Allah sebut,
فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ
بِالدِّينِ (7) أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ (8)
“Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan
(hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu? Bukankah Allah
Hakim yang seadil-adilnya?” (QS. At-Tiin: 1-8)
Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata, “Apa yang
menyebabkan manusia sampai mengingkari hari pembalasan terhadap amalan. Padahal
telah banyak bukti dari berbagai ayat Allah dengan bukti yang yakin. Juga sudah
ada bukti dengan berbagai nikmat yang telah Allah beri yang kita jangan sampai
mengingkarinya.
Bukankah Allah adalah Hakim yang seadil-adilnya?
Maksudnya, Allah tidak akan membiarkan manusia begitu saja tanpa diperintah dan
tanpa dilarang. Tak mungkin pula Allah membiarkan mereka tanpa diberi pahala
dan tanpa diberi hukuman.” (Tafsir As-Sa’di, hlm. 976)
Faedah Surat At-Tiin
Terakhir, faedah penting yang bisa kita ambil:
1. Keutamaan Nabi Ulul ‘Azmi yang disebut dalam
surat ini yaitu Nabi ‘Isa, Nabi Musa, dan Nabi Muhammad ‘alaihimush sholaatu
was salaam.
2. Buah tiin dan zaitun punya banyak manfaat,
dianjurkan untuk menanamnya.
3. Kota Makkah adalah kota yang mulia dan penuh
rasa aman.
4. Allah memuliakan manusia dengan menciptakannya
dalam bentuk yang sebaik-baiknya.Allah memuliakan seorang muslim, ketika ia
dipanjangkan umurnya, ketika ia berada di usia senja, tetap amalannya dicatat
seperti ia muda. Allah terus memberikannya kebaikan dan menjauhkan darinya kejelekan.
Hanya Allah yang memberi taufik.
Referensi:
Aysar At-Tafasir li Kalam Al-‘Aliyyil Kabir.
Cetakan pertama, tahun 1419 H. Syaikh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi. Penerbit
Maktabah Adhwa’ Al-Manar.
Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, tahun
1431 H. Ibnu Katsir. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
Tafsir As-Sa’di (Taisir Al-Karim Ar-Rahman).
Cetakan kedua, tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit
Muassasah Ar-Risalah.
Tafsir Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Cetakan
pertama, tahun 1432 H. Iyad bin ‘Abdul Lathif bin Ibrahim Al-Qaisi. Penerbit
Dar Ibnul Jauzi.
Anak muda kalau rajin beramal di waktu mudanya,
maka akan jadi amalan tak terputus hingga waktu tuanya. Inilah faedah dari
surat At-Tiin yang kita kaji kali ini.
Allah Ta’ala berfirman,
وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ (1)
وَطُورِ سِينِينَ (2) وَهَذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ (3) لَقَدْ خَلَقْنَا
الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ
(5) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ
مَمْنُونٍ (6) فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ بِالدِّينِ (7) أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ
الْحَاكِمِينَ (8)
“Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun, dan demi bukit
Sinai, dan demi kota (Mekah) ini yang aman. Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke
tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. Maka
apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya
keterangan-keterangan) itu? Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya?” (QS.
At-Tiin: 1-8)
Keutamaan Nabi Ulul ‘Azmi
Allah telah bersumpah dengan tiga tempat diutusnya
para Nabi Ulul ‘Azmi yaitu
1. Tempat adanya buah tiin dan zaitun, yaitu
Baitul Maqdis, tempat diutusnya Nabi ‘Isa ‘alaihis salam.
2. Bukit Sinai yaitu tempat Allah berbicara
langsung dengan Nabi Musa bin ‘Imran ‘alaihis salam.
3. Negeri Mekah yang penuh rasa aman, tempat
diutus Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Tafsir Al-Qur’an
Al-‘Azhim, 7: 601)
Sumpah dengan tiga hal di atas menunjukkan
kemuliaan Nabi Ulul ‘Azmi –semoga bagi mereka shalawat dan salam-.
Dari Sempurna Lalu Masuk Neraka
Setelah bersumpah dengan tiga tempat tersebut,
lalu disebutkan al-muqsam ‘alaih yaitu isi sumpah,
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ
فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (5) إِلَّا
الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang
serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (QS. At Tiin:
4-6).
Tafsiran pertama dari ayat di atas, manusia
diciptakan dalam bentuk sebaik-baiknya yang sempurna. Kemudian ia akan masuk
dalam neraka. Demikian yang dikatakan oleh Mujahid, Abul ‘Aliyah, Al-Hasan
Al-Bashri, Ibnu Zaid dan selainnya. Ia masuk neraka dikarenakan ia tidak mau
taat pada Allah Ta’ala dan enggan mengikuti ajaran Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Yang selamat dari neraka adalah orang yang beriman dan beramal shalih,
bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7:
601)
Tafsiran kedua dari ayat di atas, manusia
diciptakan dalam keadaan kuat ketika muda lalu dikembalikan di usia tua dalam
keadaan lemah. Tafsiran kedua ini disebutkan dari Ibnu ‘Abbas dan ‘Ikrimah.
Pendapat ini juga dianut oleh Ibnu Jarir.
Namun menurut Ibnu Katsir, ayat di atas sama
seperti maksud ayat,
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ
الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ 3
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar
dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-3). Maksudnya, yang dikembalikan ke
tempat yang rendah adalah dijadikan orang yang merugi. Yang tidak merugi
hanyalah orang yang beriman dan beramal shalih.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
فَحَكَمَ عَلَى النَّوْعِ
كُلِّهِ وَالْأُمَّةِ الْإِنْسَانِيَّةِ جَمِيعِهَا بِالْخَسَارَةِ وَالسُّفُولِ
إلَى الْغَايَةِ إلَّا الْمُؤْمِنِينَ الصَّالِحِينَ
“Seluruh manusia dan umat berada dalam kerugian
dan keadaan yang serendah-rendahnya kecuali orang beriman dan beramal shalih.”
(Majmu’ah Al-Fatawa, 2: 5)
Karena kalau diartikan keadaan yang rendah (jelek)
dalam surat At-Tiin adalah keadaan di waktu harom
(waktu tua), sebenarnya orang beriman pun ada yang
merasakan sulit beramal di waktu tuanya. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7: 601)
Sedari Muda Hingga Tua
Penjelasan dari ulama tafsir yang lain ….
Maksud ayat “Sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” ada empat pendapat. Di antara
pendapat tersebut adalah “Kami telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya
seperti di waktu mudanya yaitu dalam keadaan kuat dan semangat untuk beramal.”
Pendapat ini dipilih oleh ‘Ikrimah.
“Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang
serendah-rendahnya”. Menurut Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah, Ibrahim dan Qatadah, juga
Adh-Dhahak, yang dimaksudkan dengan bagian ayat ini adalah “dikembalikan ke
masa tua renta setelah berada di usia muda, atau dikembalikan di masa-masa
tidak semangat untuk beramal setelah sebelumnya berada di masa semangat untuk
beramal.”
Masa tua adalah masa tidak semangat untuk beramal.
Seseorang akan melewati masa kecil, masa muda, dan masa tua. Masa kecil dan
masa tua adalah masa sulit untuk beramal, berbeda dengan masa muda, yaitu masa
emas untuk beramal shalih.
Ibrahim An-Nakha’i mengatakan, “Jika seorang
mukmin berada di usia senja dan pada saat itu sangat sulit untuk beramal, maka
dia akan dicatat sebagaimana dahulu (di waktu muda) dia pernah beramal. Inilah
yang dimaksudkan dengan firman Allah (yang artinya): bagi mereka pahala yang
tiada putus-putusnya.”
Ibnu Qutaibah mengatakan, “Makna firman Allah yang
artinya “Kecuali orang-orang yang beriman” adalah kecuali orang-orang yang
beriman di waktu mudanya, di saat kondisi fit (semangat) untuk beramal, maka
mereka di waktu tuanya nanti tidaklah berkurang amalan mereka. Walaupun mereka
tidak mampu melakukan amalan ketaatan di saat usia senja. Karena Allah Ta’ala
Maha Mengetahui, seandainya mereka masih diberi kekuatan beramal sebagaimana
waktu mudanya, maka mereka tidak akan berhenti dari beramal kebaikan. Maka
orang yang gemar beramal di waktu mudanya, (di saat tua renta), dia akan diberi
ganjaran sebagaimana di waktu mudanya.” (Lihat Zaad Al-Masiir, 9: 172-174 dan
Tafsir Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 7: 72)
Jika seseorang sulit beramal di waktu tua padahal
waktu mudanya gemar beramal, maka ia tetap dicatat seperti keadaannya di waktu
muda. Sama halnya keadaannya seperti orang yang sakit dan bersafar. Dalam
hadits Abu Musa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ
سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
“Jika seorang hamba sakit atau bersafar, maka
dicatat baginya semisal keadaan ketika ia beramal saat mukim atau sehat.” (HR.
Bukhari no. 2996)
Berlindung dari Keadaan Jelek di Waktu Tua
Jadi, usia muda adalah masa fit (semangat) untuk
beramal. Oleh karena itu, manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya. Janganlah
disia-siakan. Mintalah juga perlindungan kepada Allah dari usia tua yang jelek
sebagaimana do’a yang Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam contohkan. Anas
bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
biasa meminta perlindungan dengan do’a,
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ
مِنَ الْكَسَلِ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَرَمِ
، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبُخْلِ
Allahumma inni a’udzu bika minal kasl wa a’udzu
bika minal jubn, wa a’udzu bika minal harom, wa a’udzu bika minal bukhl
[artinya: Ya Allah, aku meminta perlindungan
pada-Mu dari rasa malas, aku meminta perlindungan pada-Mu dari lemahnya hati,
aku meminta perlindungan pada-Mu dari usia tua (yang sulit untuk beramal) dan
aku meminta perlindungan pada-Mu dari sifat kikir (pelit)].” (HR. Bukhari no.
6371)
Ada empat hal yang diminta dilindungi dalam doa di
atas:
1- Sifat al-kasal, yaitu tidak ada atau kurangnya
dorongan (motivasi) untuk melakukan kebaikan padahal dalam keadaan mampu untuk
melakukannya. Inilah sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Nawawi rahimahullah.
Bedanya dengan kasal dan ‘ajz, ‘ajz itu tidak ada
kemampuan sama sekali, sedangkan kasal itu masih ada kemampuan namun tidak ada
dorongan untuk melakukan kebaikan.
2- Sifat al-jubn, artinya berlindung dari rasa
takut (lawan dari berani), yaitu berlindung dari sifat takut untuk berperang
atau tidak berani untuk beramar ma’ruf nahi mungkar. Juga do’a ini bisa berarti
meminta perlindungan dari hati yang lemah.
3- Sifat al-harom, artinya berlindung dari kembali
pada kejelekan umur (di masa tua). Ada apa dengan masa tua? Karena pada masa
tua, pikiran sudah mulai kacau, kecerdasan dan pemahaman semakin berkurang, dan
tidak mampu melakukan banyak ketaatan.
4- Sifat al-bukhl, artinya berlindung dari sifat
pelit (kikir). Yaitu do’a ini berisi permintaan agar seseorang bisa menunaikan
hak pada harta dengan benar, sehingga memotivasinya untuk rajin berinfak (yang
wajib atau yang sunnah), bersikap dermawan dan berakhlak mulia. Juga do’a ini
memaksudkan agar seseorang tidak tamak dengan harta yang tidak ada padanya.
(Lihat Syarh Shahih Muslim, 17: 28-30)
Allah adalah Hakim Seadil-Adilnya
Di akhir ayat, Allah sebut,
فَمَا يُكَذِّبُكَ بَعْدُ
بِالدِّينِ (7) أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ (8)
“Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan
(hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu? Bukankah Allah
Hakim yang seadil-adilnya?” (QS. At-Tiin: 1-8)
Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata, “Apa yang
menyebabkan manusia sampai mengingkari hari pembalasan terhadap amalan. Padahal
telah banyak bukti dari berbagai ayat Allah dengan bukti yang yakin. Juga sudah
ada bukti dengan berbagai nikmat yang telah Allah beri yang kita jangan sampai
mengingkarinya.
Bukankah Allah adalah Hakim yang seadil-adilnya?
Maksudnya, Allah tidak akan membiarkan manusia begitu saja tanpa diperintah dan
tanpa dilarang. Tak mungkin pula Allah membiarkan mereka tanpa diberi pahala
dan tanpa diberi hukuman.” (Tafsir As-Sa’di, hlm. 976)
Faedah Surat At-Tiin
Terakhir, faedah penting yang bisa kita ambil:
1. Keutamaan Nabi Ulul ‘Azmi yang disebut dalam
surat ini yaitu Nabi ‘Isa, Nabi Musa, dan Nabi Muhammad ‘alaihimush sholaatu
was salaam.
2. Buah tiin dan zaitun punya banyak manfaat,
dianjurkan untuk menanamnya.
3. Kota Makkah adalah kota yang mulia dan penuh
rasa aman.
4. Allah memuliakan manusia dengan menciptakannya
dalam bentuk yang sebaik-baiknya.Allah memuliakan seorang muslim, ketika ia
dipanjangkan umurnya, ketika ia berada di usia senja, tetap amalannya dicatat
seperti ia muda. Allah terus memberikannya kebaikan dan menjauhkan darinya
kejelekan.
Hanya Allah yang memberi taufik.
Referensi:
Aysar At-Tafasir li Kalam Al-‘Aliyyil Kabir.
Cetakan pertama, tahun 1419 H. Syaikh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi. Penerbit
Maktabah Adhwa’ Al-Manar.
Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, tahun
1431 H. Ibnu Katsir. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
Tafsir As-Sa’di (Taisir Al-Karim Ar-Rahman).
Cetakan kedua, tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit
Muassasah Ar-Risalah.
Tafsir Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Cetakan
pertama, tahun 1432 H. Iyad bin ‘Abdul Lathif bin Ibrahim Al-Qaisi. Penerbit
Dar Ibnul Jauzi.