KEADILAN SOSIAL KUNCI INTEGRASI BANGSA

Rate this posting:
{[['', '']]}
{["Useless", "Boring", "Need more details", "Perfect"]}


BAB I
PENDAHULUAN

Bangsa Indonesia saat ini sangat kekurangan orang yang bernasionalisme tinggi, keadaan inilah yang memicu banyak konflik-konflik daerah akibat tidak adanya rasa nasionalisme pada diri sendiri. Perasaan memiliki bangsa ini sudah lenyap, sehingga bertindak semena-mena dan tidak menghargai satu dengan yang lain. Maraknya kekerasan massa yang melanda negeri ini menjadi bukti rakyat tengah mengalami frustasi sosial. Kondisi ini terjadi karena beberapa faktor yang saling mempengaruhi seperti lemahnya penegakan hukum, ketiadaan keteladanan dari elite politik dan angka kemiskinan yang semakin tinggi.
Potensi disintegrasi bangsa di Indonesia sangatlah besar hal ini dapat dilihat dari berbagai bentuk kekerasan telah terjadi diberbagai tempat dalam bingkai NKRI. Citra NKRI sebagai negara yang ramah dan penuh santun mulai luntur bahkan hilang ditelan gelombang dan derasnya arus informasi. Munculnya konflik-konflik dengan sebab-sebab yang tidak terduga telah menjadi wajah baru pada NKRI.
Seperti halnya konflik yang terjadi di pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 24 Desember 2011. Warga Lambu, Bima memblokade pelabuhan Sape karena aspirasi mereka tidak dikabulkan Pemerintah terlibat bentrok dengan gabungan aparat kepolisian berasal dari Bima, Sumbawa dan Mataram. Aksi massa ini terjadi bermula dari ketidakpuasan masyarakat terhadap SK Bupati Bima No. 188 th 2010. Massa menuntut agar bupati mencabut Izin Usaha Penambangan (IUP) yang telah dikeluarkan kepada PT. Sumber Mineral Nusantara (PT. SMN) di desa Sumi, dusun Baku, kecamatan Lambu. Karena dengan adanya eksplorasi tambang emas di daerah itu dianggap merugikan warga sekitar yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Warga menolak kehadiran industri tambang oleh PT. SMN yang mendapat izin usaha tambang seluas 24.980 Ha, mengingat luas lokasi yang begitu besar dan ancaman bahaya lingkungan yang tidak sebanding dengan jaminan kesejahteraan atas proses penambangnya.
   Aksi massa yang menamakan diri Kelompok Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) ini sudah berlangsung sejak 19 Desember 2011 hingga 24 Desember 2011 aparat kepolisian melakukan tindakan penegakkan hukum terhadap massa yang bertahan di pelabuhan Sape karena dianggap mengganggu kepentingan umum. Upaya persuasif dan negosiasi dari pihak kepolisian dan Bupati tidak membuahkan hasil karena massa tetap menuntut penutupan tambang adalah harga mati.
Tidak hanya rusak dan terbakarnya infrastruktur fisik (kantor camat Lambu, ruang aula camat Lambu, 1 unit mobil dinas camat Lambu, 1 unit mobil pemadam kebakaran kota Bima, 8 unit sepeda motor) namun juga menelan 2 korban jiwa dan puluhan orang luka-luka selama aksi massa ini berlangsung di Lambu. Massa yang mengharapkan hukum Agraria berjalan memberi kemungkinan akan tercapainya fungsi bumi, air, dan ruang angkasa sesuai kepentingan rakyat dan negara harus dihadapkan dengan penindakan represif dari aparat kepolisian.
                 
BAB II
TEORI DAN PEMBAHASAN

KOSMOLOGI LINGKUNGAN

Pembangunan yang masih bersikeras menyokong pertambangan, jelas terlalu antroposentris. Maraknya bisnis pertambangan yang kian meluas menandakan pandangan kebijakan hukum yang menjauh dari paradigma ekosentris. Beberapa daerah seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Jambi mengalami pembengkakan izin pertambangan. Izin pertambangan yang didapat dari transaksi pilkada ini membuat potret bahwa hukum hanya untuk hukum, bahkan hukum untuk politik. Bukan untuk manusia. Sebuah adagium yang selalu diucapkan oleh Satjipto. Hukum progresif melalui deep ecologynya menawarkan hukum untuk manusia dan alam. Hukum hendaknya memiliki tujuan mulia, bukan mekanisme teknis yang hanya melanggengkan kepentingan penguasa saja. Bahaya banjir, tanah longsor, kekeringan begitu tak diinginkan oleh manusia yang salah mengambil kebijakan hukum pembangunan.
Kearifan timur telah mengajarkan kita untuk menyatu dengan alam. Percuma jika satu sisi penguasa memiliki kebijakan menanam seribu pohon, namun disisi lain tetap melanggengkan pertambangan. Membuat keseimbangan alam pupus sudah tak bermakna.
Pemerintah yang berpandangan ekosentris akan memiliki pandangan jauh kedepan sehingga upaya-upaya penyelamatan lingkungan akan dikaji secara memdalam. Segala aktivitas masyarakatnya akan diperhatikan secara serius dan melihat dampak baik dan buruknya terhadap lingkungan. Perannya sebagai regulator akan dijalankan dengan bijak termasuk memberikan denda kepada orang atau instansi yang merusak lingkungan tanpa pandang bulu.



HUKUM YANG ADIL

Dalam konteks bangsa Indonesia, istilah Keadilan Sosial, merupakan istilah yang dipakai dalam sila kelima dari Pancasila, “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” keadilan menurut Ir. Soekarno, mengandung makna masyarakat adil dan makmur. Masyarakat yang digambarkan sebagai tata tentram Kerta Rahardja, masyarakat yang hidup tertib, adil dan makmur. Dalam kursus keenam pancasila, Soekarno menyebutkan sebagai berikut:
“Keadilan Sosial adalah suatu masyarakat atau sifat suatu masyarakat adil dan makmur, berbahagia buat semua orang, tidak ada penghinaan, tidak ada penindasan, tidak ada penghisapan. Semua berbahagia, cukup sandang, cukup pangan, “gemah ripah loh jinawi, tata tentram kerta rahardja”.
Rawls mengakui bahwa kecenderungan manusia untuk mementingkan diri sendiri merupakan kendala utama dalam mencari prinsip-prinsip keadilan itu. Van Apeldoorn mengungkapkan keadilan merupakan cita-cita hukum. Keadilan yang sesungguhnya tidak dapat dicapai, karena :
1.        Hukum kadang terpaksa mengorbankan keadilan untuk mengejar tujuan yang lain, seperti kepastian dan daya guna.
2.        Manusia yang menciptakan hukum tidak diberi karunia untuk mengetahui tentang apa yang adil dan tidak adil secara mutlak.

Pandangan Ehrlich mengenai hukum yang adil sebagai jalan tengah menghadapi konflik kepentingan dalam masyarakat. Pancasila adalah sumber segala sumber hukum di Indonesia yang substansinya mempunyai nilai-nilai obyektif yang dapat diterima oleh semua kelompok kepentingan.
Menurut Satjipto Rahardjo, konflik-konflik sosial dalam kehidupan masyarakat dapat bersumber dari :
1.        Pembagian wewenang (authority) yang tidak merata diantara unsur-unsur dalam masyarakat.
2.        Kepentingan yang tidak sama antara kelompok status quo dengan kelompok pembaharuan yang menentang status quo.
3.        Pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat karena pengaruh faktor eksternal.
4.        Pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat karena penemuan-penemuan dibidang Iptek dan manajemen oleh unsur-unsur dalam masyarakat sendiri.
5.        Tidak terpenuhinya rasa keadilan diantara kelompok-kelompok sosial didalam masyarakat.

Konflik sosial merupakan gejala yang melekat pada setiap kehidupan masyarakat, sedangkan setiap masyarakat selalu berbeda dalam proses perubahan yang tidak pernah berakhir.
Tidak dapat dipungkiri kemajemukan bangsa Indonesia bagaikan pedang bermata dua, yang pada satu sisi dapat beraktivasi sebagai faktor pemersatu, namun disisi lainnya dapat menyebabkan perpecahan. Bhinneka Tunggal Ika belum sepenuhnya mendarah daging pada diri sebagian warga Indonesia. Dan berbagai kasus kerusuhan timbul, bila kita cermati ini ditimbulkan oleh perselisihan-perselisihan kecil yang terjadi dimasyarakat yang penyelesaiannya tidak pernah tuntas dan tidak memberikan keadilan yang berpihak pada publik (walaupun kita tahu bahwa rasa keadilan itu bersifat subyektif). Sehingga publik dalam hal ini masyarakat selalu menyelesaikan konflik-konflik tersebut melalui sudut pandang mereka. Sudut pandang inilah yang sering dijadikan sebagian masyarakat sebagai suatu pembenaran universal yang tumbuh dari opini dan latar belakang budaya kontemporer yang tumbuh dimasyarakat. Isu-isu yang berkembang dalam kerusuhan seringkali menjebak dan cenderung melebar dari permasalahan sebenarnya.



BAB III
SOLUSI

CARA MENANGGULANGI DISINTEGRASI BANGSA

Bentuk-bentuk dari pengumpulan massa yang dapat menciptakan konflik harus dapat diantisipasi guna mendapatkan solusi tepat dan dapat meredam segala bentuk konflik yang terjadi. Kepemimpinan dari Elite Politik Nasional hingga Kepemimpinan Daerah sangat menentukan untuk menanggulangi konflik pada skala dini.
Konflik tidak muncul secara tiba-tiba, kenali sedini mungkin dan telusuri akar permasalahan yang menjadi sumber-sumber konflik dari faktor-faktor kriminogin dan potensi penyimpangan sosial yang dapat mengganggu kehidupan masyarakat.
Adapun strategi yang digunakan dalam penanggulangan disintegrasi bangsa, antara lain:
1.        Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air dan rasa persaudaraan, agar tercipta kekuatan dan kebersamaan dikalangan masyarakat Indonesia.
2.        Meningkatkan ketahanan rakyat dalam menghadapi usaha pemecahbelahan dari anasir luar dan kaki tangannya.
3.        Penyebaran dan pemasyarakatan wawasan kebangsaan dan implementasi butir-butir Pancasila, dalam rangka melestarikan dan menanamkan kesetiaan kepada ideologi bangsa.
4.        Menumbuhkan kehidupan pranata sosial berorientasi musyawarah untuk mewujudkan perdamaian dan bentuk “lembaga anti konflik” dengan mengaktifkan rembug warga, rembug desa, silaturahmi dengan mengindahkan norma agama dan norma kesusilaan.
5.         Menanamkan budaya kerja sama (corporate culture) dan membentuk lembaga anti konflik, dengan duduk satu meja dalam membahas setiap permasalahan tentang perbedaan pendapat dan perbedaan kepentingan.
6.        Menyampaikan informasi secara benar dengan hati-hati adanya perbedaan pendapat, perbedaan kepentingan dalam kelompok masyarakat yang berpotensi memicu konflik kekuasaan.
7.        Menyampaikan informasi dua arah secara benar dan hati-hati dari masyarakat untuk masyarakat, tetapi secara rutin berdasarkan fakta dan kebenaran (bila menyangkut kekerasan) jangan vulgar, pendekatan keamanan dan ketertiban masyarakat, tidak berdifat memicu konflik kekerasan, dan berwawasan perdamaian untuk mendinginkan situasi keamanan.
8.        Upaya bersama dan pembinaan integritasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan bijaksana secara efektif.

Untuk mengatasi berbagai konflik sosial yang terjadi, dan untuk mewujudkan suasana kehidupan sosial yang aman, tertip dan damai, maka diadakanlah berbagai perangkat norma, baik norma agama, kesusilaan, kesopanan maupun norma hukum sebagai sarana penuntun bagi semua masyarakat, hal ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan masyarakat yang menderita.
Prinsip demokrasi ekonomi menurut pasal 33 UUD 1945 “Bumi, air dan kekayaan alam yag terkandung di dalammnya dikuasai oleh Negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia”. Harus menjadi dan dilaksanakan secara konsisten. Regulasi BUMN pada sektor pertambangan dan kehutanan harus berorientasi pada kemakmuran rakyat banyak kepada pemodal.

BAB IV
KESIMPULAN

Proses integrasi tidak terjadi begitu saja, tetapi merupakan suatu proses yang panjang dalam waktu yang cukup lama. Bangsa Indonesia adalah suatu bangsa yang mengalami proses panjang dalam melakukan Integrasi nasional. Integrasi nasional bangsa Indonesia terus menerus di uji.
Intergrasi nasional harus dimaknai sebagai sebuah spirit bangsa untuk memandang kehidupan yang serba majemuk itu sebagai semangat untuk bersatu, membangun dan membina serta mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Disadari atau tidak perdamaian dan suasana kondusif adalah suatu hal yang sangat di idamkan oleh masyarakat negeri ini. Hal ini tidak hanya pemerintahan saja yang berperan namun juga dibutuhkan kerjasama antara elemen masyarakat.
Beberapa liputan tentang konflik agraria, konflik suku dan perang antar kampung di negeri ini telah menjadi buah bibir nasional karena terus mendapat sorotan media. Ini akhirnya menjadi preseden buruk bagi pencitraan bangsa kita. Akibatnya tentu saja berdampak signifikan pada penurunan angka kunjungan wisata, iklim investasi dan tingkat partisipasi publik dalam pembangunan daerah.

Comments
0 Comments

0 Komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer