TAUHID

Rate this posting:
{[['', '']]}
{["Useless", "Boring", "Need more details", "Perfect"]}

PERKEMBANGAN ILMU TAUHID DALAM SEJARAH KEHIDUPAN MANUSIA 

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
    Tauhid secara bahasa berasal dari kata “wahhada – yuwahhidu” yang artinya menjadikan sesuatu satu/tunggal/esa (menganggap sesuatu esa). Secara istilah syar’i, tauhid berarti mengesakan Allah dalam hal Mencipta, Menguasai, Mengatur dan mengikhlaskan (memurnikan) peribadahan hanya kepada-Nya, meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya serta menetapkan Asma’ul Husna (Nama-nama yang Bagus) dan Shifat Al-Ulya (sifat-sifat yang Tinggi) bagi-Nya dan mensucikan-Nya dari kekurangan dan cacat.

    Sebagaimana kita ketahui, bahwa Islam datang dengan seperangkat ajaran yang berisikan tata norma dan tata aturan yang penuh dengan hikmah-hikmah terpendam. Islam dibawa oleh Rasulullah SAW mempunyai tiga pondasi yang harus dimiliki oleh seseorang untuk menjadi seorang mukmin yang kaffah.

    Tauhid atau iman, yang kemudian oleh para ulama dijadikan munculnya Ilmu Tauhid atau  yang akhirnya dikenal dengan Rukun Iman Islam terangkum dalam Lima Rukun Islam yang akhirnya berkembang menjadi ilmu fiqih. Dan  Ihsan adalah sebuah kajian  yang menjadi awal mula munculnya ilmu tasawuf.

    Tauhid (akidah) adalah ajaran dasar agama Islam dan hukum mempelajarinya adalah fardhu ‘ain bagi setiap muslim. Tauhid dalam sejarah pemikiran Islam secara teologis merupakan bagian dari ilmu yang berdiri sendiri yang selama ini kurang mendalam, kurang rasional dan filosofis. Dalam perkembangannya, tauhid melakukan pembahasan sepihak karena tidak mengemukakan pandangan aliran-aliran teologi Islam.

    Mempelajari ilmu tauhid menurut satu aliran saja menimbulkan wawasan yang sempit dalam beragama atau berteologi Islam. Wawasan yang sempit tersebut membuat orang bersifat fanatik, lemah   iman, kesulitan   dalam   mempertahankan  serta membela kepercayaan Islam.

    Untuk mendapatkan wawasan yang luas, dari sebuah kajian ilmu tersebut diperlukan sikap toleran yang tinggi dengan memiliki akidah yang kuat dalam beragama dan perlu mengetahui berbagai ajaran tauhid dalam berbagai macam  aliran teologi Islam dan sejarahnya.  Mempelajari ilmu kalam atau   tauhid  bertujuan meningkatkan wawasan, keyakinan dan dasar yang kuat sehingga dalam menjalankan apa yang menjadi ketentuan islam tidak terombang - ambing oleh  isu-isu yang  muncul  di  setiap zaman dari pemikiran dan gagasan manusia.  

    Tauhid sebagai pondasi juga harus dimiliki oleh seseorang sebagai pondasi awal untuk menuju pada pondasi selanjutnya yaitu Islam dan Ihsan. Iman merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia sebagai bentuk percaya dan yakin akan adanya wujud Allah Tuhan Sang Maha Kuasa dan bentuk keyakinan bahwa tidak ada sesuatu apapun di dunia ini yang menyekutukanNya.

    Tauhid menjadi suatu cabang keilmuan yang  memiliki pembahasan khusus  yaitu tentang sifat ketuhanan, kekuasaanNya, surga, neraka, kufur, murtad, mukmin dan taqdir Allah SWT. Tauhid menjadi ilmu yang cemerlang dan sempat menghebohkan peradaban Islam pada abad 4-5 Hijriyah, dimana tauhid menjadi ilmu yang favorit dan banyak diminati oleh para santri waktu itu. 

    Dengan mengetahui ilmu tauhid dan latar belakang sejarahnya seseorang akan bertambah keyakinanya terhadap ke Esaan Allah yang dapat menjadi sebuah barometer keimanan seseorang. Sebuah ideologi dan kepercayaan perlu ditanamkan kepada setiap orang muslim yang bertujuan agar membentuk kepribadian dan sikap yang bertaqwa.

      Dengan tema yang berkaitan di atas yaitu mengenai Ilmu Tauhid dalam bab Sejarah Pertumbuhan Ilmu Tauhid, maka kami membuat rumusan masalah bertujuan supaya dalam pembahasan makalah yang akan kami sajikan sesuai dengan konteks yang ditentukan dan menjadi pokok bahasan. sehingga terjadinya hasil yang positif dari makalah tersebut. Maka rumusan masalah yang kami sajikan adalah sebagai berikut:

1.    Munculnya sebuah Keyakinan Beragama
2.    Sejarah Ilmu Tauhid zaman Nabi Adam dan Nabi Nuh
3.    Sejarah Ilmu Tauhid zaman Rasulullah
4.    Perkembangan Ilmu Tauhid setelah Rasulullah wafat
5.    Apakah pengertian dari tauhid?
6.    Berapa macamkah jenis tauhid?
7.    Apakah aplikasi dari tauhid


BAB  II
PEMBAHASAN

      Ilmu tauhid adalah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara menetapkan aqidah agama dengan mempergunakan dalil-dalil yang meyakinkan, baik berupa dalil naqli (alquran), dalil aqli (ulama), dan dalil wijdani (perasaan halus).
      Ilmu ini sebenarnya telah ada dan di pelajari pada masa nabi adam berada d bumi. Namun dalam pengembangannya dan pengaruhnya, ilmu ini berkembang pada beberapa masa. Diantaranya : masa rosulullah, masa khulafa rasyidin, masa bani abbas, dan masa sesudah sesudah bani abbas.
      Ketika masa rosullulah, perkembangan aqidah ahlaq membutuhkan perjuangan yang begitu panjang. Cemoohan dan pertentangan dari kaum kuraisy yang menolak ajaran islam telah menimbulkan perjuangan yang besar. Namun dengan keteguhan dan kesabaran akhirnya sedikit demi sedikit umat islam semakin banyak dan akidah tauhid mulai di terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Perombakan kebiasaan umat kuraisy mulai di jalankan secara besar-besaran diantaranya pembatasan istri sebagaimana dalam al-quran surat : an-nisa ayat 4. namun Tentu saja umat kuraisy tidak begitu saja menerima secara ikhlas dan terbuka, mereka menolak dan menganggap bahwa nabi muhamad hanya mempersulit keadaan. Namun dengan kecerdasan, kelembutan, dan kebijaksanaan nabi muhamad akhirnya mereka menerima apa yang telah di perintahkan oleh Allah dan menyatakan bahwa mereka beriman kepada ALLAH dan mengikuti ajaran nabi muhamad.
       Zaman nabi Muhammad pernah terjadi perselisihan pendapat di antara para sahabat, mereka memperdebatkan masalah qadar. Namun perselisihan itu berhenti ketika nabi muhamad berkata kepada mereka “apakah dengan ini kamu diperintahkan? Apakah dengan ini aku di utus? Aku tugaskan dirimu supaya kamu jangan berbantah-bantah pada qadar itu”. Dengan perkataan itu, akhirnya perdebatan antar sahabat terselesaikan dengan damai.
      Permasalah-permasalah tentang akidah dan tauhid selalu terjawab secara jelas dan terang pada masa nabi muhamad karena setiap ada perbedaan atau pertentangan, rosulullah selalu turun tangan dan menjelaskannya secara benar dengan mengikuti pada firman ALLAH.
      Setelah rosullulah wafat, masa khalifahan pertama abu bakar asyidik dan umar bin khatab, umat islam tidak sempat membahas dasar-dasar akidah, karena mereka sibuk thalib. Ustman bin apan.menghadapi musuh dan berusaha mempertahankan kesatuan dan persatuan umat.
      Tidak pernah terjadi perbedaan dalam bidang akidah. Mereka membaca dan memahamkan al-quran tanpa mencari takwil bagi ayat-ayat yang mereka baca. Mereka mengikuti perintah al-quran dan mereka menjauhi larangannya. Mereka mensyifatkan ALLAH dengan apa yang ALLAH sifatkan sendiri, dan mereka mensyucikan ALLAh dari sifat-sifat yang tidak layak bagi keagungan ALLAH. Apabila mereka menghadapi ayat-ayat mutasyabihah, mereka mengimaninya dengan menyerahkan pentakmilannya (penafsirannya) kepada ALLAH sendiri.
      Di masa khalifah ke tiga yaitu masa ustman bin affan terjadilah kekacauan politik yang diakhiri dengan terbunuhnya khalifah masa itu yaitu utsman sendiri yang terjadi di mesjid ketika ustman menunaikan shalat. Pada masa inilah terjadi pepecahan umat kepada beberapa golongan dan partai. Barulah masing-masing partai dan golongan-golongan itu berusaha mempertahankan pendiriannya masing-masing dan usahanya. Karena hal itu, terbukalah pintu takwil (penapsiran) bagi nash-nash (nasihat) al-quran dan hadis, dan terjadilah pembuatan riwayat-riwayat palsu. Karena hal itu, pembahasan mengenai akidah mulai subur dan berkembang. Sehingga permasalah yang muncul dari hari ke hari semakin besar dan meluas. Yang akhirnya menimbulkan komplik antar umat islam dalam penyelesaian masalah yang berkembang karena perbedaan pendapat.
      Setelah kedaulatan islam mulai kendur, di mulailah pemikiran hukum agama dan dasar akidah, serta banyaknya pemeluk agama lain yang masuk islam. Namun, pemeluk ini masih menggunakan dasar agama sebelumnya sehingga lahirlah kebebasan berbicara tentang masalah yang belum pernah di bahas sebelumnya.
      Munculah segolongan ulama yang merupakan tokoh-tokoh Qodarriyah yang pertama, seperti ma’bad al-juhani, ghailan ad-dimasyqi dan ja’ad ibn dirham yang mulai membelokan masalah qadar (takdir) dan masalah istihaah.
      Para sahabat seperti Abdullah ibnu umar, jabir ibnu Abdullah, anas ibnu malik, ibnu abas, abu hurairah menentang mereka dan menganjurkan masyarakat supaya menjauhkan diri dari mereka, melarang memberi salam ketika bertemu mereka, melarang menengok salah satu dari mereka jika sakit, serta di larangnya menyembahyangkan jenazah mereka.
      Selain itu, muncul juga orang-orang atau suatu kelompok yang meniadakan qodrat dan irodat (kemauan) dari orang muslim, supaya ALLAH tidak mempunyai sekutu dan menidiakan sifat-sifat-NYA.
      Golongan ini dikendalikan oleh jaham ibn sofwan. Kelompok mereka bernama zabriah atau muzbaroh yang berkaitan dengan akidah yang mereka anut. Dan dikatan juga jahniah, yakni pengikut jaham ibn sofwan. Dan mereka juga di namakan muaththillah karena mereka meniadakan sifat-sifat ALLAH
      Dan pada masa inilah permulaan dari penyusunan kitab pegangan ilmu kalam.
      Dalam masa bani abbas, mulailah adanya gerakan ilmiah yaitu menterjemahkan kitab-kitab filsafah dari bahasa yunani, pada masa ini hubungan pergaulan antar bangsa-bangsa ajam dengan bangsa arab semakin erat sehingga berkembanglah ilmu dan kebudayaan.
      Penguasa-penguasa bani abbas menggunakan orang-orang Persia yang telah memeluk islam, orang-orang yahudi dan nasrani sebagai pegawai negeri dan menggunakan mereka untuk menerjemahkan kitab-kitab yang di tulis dalam bahasa mereka ke dalam bahasa arab.
      Para penterjemah ini berusaha mengembangkan pendapat mereka yang berpautan dengan agama, serta mengembangkannya dalam masyarakat muslimin, mereka menyembunyikan maksud buruk mereka dengan mengaku masuk islam. Sehingga aqidah yang di pegang umat muslim semakin kacau dan akhirnya muncul golongan yang jauh dari norma dan ajaran islam.
      Mulai dari masa ini timbulah gerakan yang menggunakan filsafah dalam menetapkan akidah islamiyah, dan ilmu kalam dalam nuansa baru yang tidak pernah ada di masa rosul, sahabat, dan mulailah adanya kitab-kitab tentang ilmu kalam. Diantaranya :Amr ibn ubaid almu tazil menyusun sebuah kitab, menolak paham kodariah, Hisym ibn al-hakam assyisyafii menyusun sebuah kitab yang menolak paham mutazilah, dan abu hanifah yang mrenyusun sebuah kitab yang di namakan al-alim wal mutaalim dan kitab alfikhul akhbar untuk mempertahankan akidah ahli sunah.
      Pada masa ini  banyak pertentangan karena akidah-akidah islamiyah selalu menggunakan falsafah dibandingkan dengan dalil dan tanpa adanya kemudahan yang telah di berikan agama islam.
      Sesudah masa bani abbas datnglah pengikut al-asyari yang terlalu jauh menceburkan dirinya ke dalam falsafah dan mencampurkan mantiq. Kemudian mencampurkan semuanya dengan ilmu kalam seperti yang dilakukan oleh al baidhawa dan abudin. Pengaruhnya yang begitu kuat menjadikan golongan al-asyari berkembang pesat ke semua pelosok dan tidak ada yang menentangnya kecuali kelompok salaf.
      Pada awal abad ke 8H lahirlah di damaskus seorang ulama besar yaitu taqiyuddin ibn taimiyah yang menentang kelompok yang mencampuradukan prinsif falsafah ke dalam akidah islamiyah. Banyak kelompok yang menentang al-asyari selain kelompok salaf dan ibn taimiyah.
      Penyimpangan aqidah dan tauhid yang telah berlangsung dari zaman dulu masih menjadi perselisihan pada zaman sekarang. Kini di Indonesia telah muncul beberapa kelompok yang seringkali berselisih paham tentang agama, namun tidak jarang pula beberapa kelompok malah menyimpang dari agama islam yang seharusnya. Namun intinya semua akidah, tauhid atau apapun yang berkaitan dalam agama harus kita landaskan dari al-quran yang tidak akan pernah tercampur oleh falsafah manusia yang telah membagi umat islam menjadi beberapa kelompok pada jaman dulu.
  
1. Munculnya  Sebuah Keyakinan Beragama
   Ilmu tauhid adalah sebuah ilmu untuk mengenal Allah SWT dalam arti untuk mengetahui menyakini bahwa Allah adalah maha pencipta alam semesta dan tidak ada yang menyekutukanya. Secara historis menyatakan bahwa tauhid telah ada sejak lama dengan adanya sejarah Nabi Adam dan penerusnya. Dari hal tersebut terbukti dengan adanya manusia yang mendiami bumi telah percaya, yakin bahwa Allah SWT itu Esa .

    Semua Nabi yang berjumlah 25 itu semuanya mengajarkan kepada umatnya tentang arti penting beragama serta melakukan  kebaikan dan ketauhidtan terhadap sang pencipta jagat alam raya dengan mengajarkan kaidah-kaidah keyakinan yang bersifat tunggal yaitu Allah SWT.
    Demensi lain dari agama adalah dengan cara hidup seseorang di muka bumi dann untuk mengenal demensi keyakinan dalam beragama diperlukan metode dan sejarah.  Maka mengetahui pertumbuhan dan perkembangan keyakinan dalam beragama.  Maka diperlukan tinjauan  dari beberapa aspek yang membawa nilai positif, yang  diantaranya telah di naskan oleh Allah SWT yang ditunjukan dengan ayat al Qur'an. Dalam surat Al Baqarah ayat 213 :

Artinya : "Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepadajalan yang lurus".

Sejarah telah membuktikan bahwa nabi-nabi telah menyatukan manusia dan hanya di utus untuk melakukan kebaikan dan untuk memurnikan akal pikiranya. Dari kekuatan akal dan pola pikir yang diajarkan oleh para nabi akan dapat menimbang baik dan buruk karena mereka diberi petunjuk oleh Allah .

2.  Sejarah Ilmu Tauhid zaman Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim

    Nabi Adam adalah nenek moyang manusia yang pertama. Setelah ia beranak cucu banyak, ia ditugaskan Allah menjadi Nabi kepada anak cucunya. Adam mengajarkan tauhid kepada anak cucunya secara murni sehingga merekapun taat dan tunduk kepada ajaran Adam yang meng-Esakan Allah SWT.

    Karena fitrah manusia yang suka dipimpin  dan diatur, jika pemimpinya sudah tidak ada lagi atau wafat.  Maka kehilangan pemimpin itu mengakibatkan penyimpangan-penyimpangan dari ajaran  yang lurus menjadi keadaan yang tidak teratur dan tidak terkendali.  Sehingga Allah membangkitkan atau mengutus kembali Nabi-nabi setelah Nabi Adam wafat untuk menuntun dan memimpin umat manusia.

    Seperti halnya umat Nabi Adam, setelah wafat olehnya maka umatnya kocar kacir tidak berketentuan,  porak-poranda sepeninggal beliau. Maka Allah mengutus Nabi Nuh sebagai pengatur dan pemimpin umat manusia setelah nabi Adam. Sehingga Nabi Nuh disebut sebagai bapak atau nenek moyang kedua.

    Kemudian sepeninggal Nabi Nuh, umat kehilangan pemimpin lagi dan kacaulah kembali. Hingga Allah mengutus Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim selain mengajarkan tauhid juga mengajarkan syariah, yang diantaranya disyariatkan dalam agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad sebagai bukti adanya hubungan yang erat antara syariah Ibrahim dan syariah Muhammad.  Diantara Nabi Ibrahim dan Muhammad. Allah juga mengutus banyak Nabi yang dinataranya adalah Nabi Musa dan Isa AS.

3. Sejarah Ilmu Tauhid zaman Rasulullah
       
    Kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah ditugaskan untuk mengembalikan dan memimpin umat kepada tauhid, mengakui ke-Esaan Allah SWT dengan ikhlas dan semurni-murninya, seperti apa yang dibawa dan diajarkan oleh Nabi Ibrahim dahulu. Agama yang sebenarnya tidak asing lagi bagi bangsa Arab. Tauhid yang diajarkan oleh Nabi Muhammad itu seperti apa yang telah digariskan dalam al Qur'an dan Hadits.

    Segala sifat-sifat Allah sudah terkandung dalam al Qur'an sehingga di masa Rasul tidak ada orang yang menanyakannya. Karena mereka sudah jelas dalam hal tersebut. Mereka hanya menanyakan masalah-masalah yang berhubungan dengan ibadah seperti shalat, puasa, zakat, amal shaleh, dan lain-lain. Mereka semua sepakat menetapkan bahwa sifat-sifat Allah itu Azali, yaitu : Qudrat, Iradah, Ilmu, Hayyat, Sama', Bashar, Kalam, dan lain-lain. 

    Dalam masa nabi belum terjadi berbedaan yang mendalam karena masyarakat pada waktu itu masih di persatukan dan semua di kemblikan kepada nabi sebagai utusan Allah. Mengenai tauhid yang berkembang  pada saat itu masih bersifat murni dan belum terobang-abang oleh masalah kekuasaan dan politik  yang memicu perpecaah umat islam.

4. Perkembangan Ilmu Tauhid setelah Rasulullah wafat

    Di masa sahabat, ketauhidan tidak ada bedanya dengan zaman rasul. Sampai akhir abad pertama hijriah, barulah ada kegoncangan-kegoncangan setelah munculnya seseorang bernama Jaham Ibnu Shafwan di negeri Persi yang tidak mengakui adanya sifat-sifat Allah yang Azali itu, banyak di antara kaum muslimin yang terpengaruh oleh ajaran itu, bahkan ada yang menguatkan keyakinannya. 

    Adapun kaum muslimin yang tetap murni ketauhidannya menentang pendapat Jaham dengan menyatakan bahwa pendapat itu "sesat". Akan tetapi, di kala ulama-ulama sibuk membicarakan dalil untuk menolak pendapat Jaham itu, tiba-tiba timbul pula suatu aliran yang bernama Mu'tazilah yang dietuskan oleh Washil ibnu Atha'. Ia membenarkan pendapat Jaham : yang menafikan sifat-sifat Allah.

    Kemudian muncul pula seorang yang bernama Muhammad bin Koram Abu Abdullah As Sijistany, pemimpin golongan Karamiyah yang menentang golongan Mu'tazilah dengan menetapkan sifat-sifat Allah. Tetapi cara mereka menentang terlalu berlebihan sehingga menyerupai Allah sebagai yang berjisim. Semenjak itu dikenal dengan paham Karamiah atau Mujassimah.

    Perseteruan paham ini berlangsung hingga Khalifah Makmun (Daulah Abbassiyah), hingga tampil seorang yang terkenal dengan nama Abu Hasan Ali Al As'ary  yang melahirkan jalan tengah antara kedua pendapat yang bertentangan tersebut. Beliau mengemukakan alasannya dengan dalil aqli dan naqli, sehingga banyaklah para ulama yang tertarik serta ikut menyebarkannya.

    Maka tersebar ajaran ini keseluruh Iraq yang kemudian ke Syam. Dan setelah Shalahudin al Ayyubi menguasai Mesir, selain madzhab Syafi'I i menyiarkan madzhab ini, sehingga akhirnya rakyat Mesir menganut madzhab Asy'ariyah dalam tauhid dan madzhab Syafi'iyyah dalam fiqh. Madzhab As'ariyah juga berkembang pula di negeri mahrabi yaitu sebelah utara Afrika, yang dipelopori oleh salah satu murid Imam Ghazali yang akhirnya mereka namakan juga madzhab ini dengan madzhab Muwahhidin, yang kemudian negaranya pun bernama kerajaan Muwahhidin.

    Selanjutnya pada abad kedelapan hijriyah, seoarang yang bernama Taqiuddin Abul Abbas bin Taimiyah Al Harry dari Syam, muncul menyokong dan ingin mempertahankan madzhab salaf yang tadi. Dia  memusatkan dan menumpahkan kegiatannya untuk mempertahankan salaf dan menentang As'ariyah. Pendirian Ibnu Taimiyyah ini masih agak asing dan tidak mendapat tanah yang subur karena telah mendalamnya faham-faham yang diajarikan oleh madzhab As'ariyah.  Dan keadaan seperti hal tersebut  juga di negara-negara islam lainnya.

    Semenjak Rasulullah wafat, pemerintahan dipegang oleh khulafaurrasyidin yang kemudian dipimpin oleh khalifah Umawiyah dan setelah itu oleh daulah Abbasyiah.  Sejak akhir pemerintahan Umawiyah, dunia islam mulai kemasukan kebudayaan-kebudayaan asing yang datang dari persi, Yunani, India, dan sebagainya. Di kala pemerintahan Abbassiyah, yaitu ketika khalifah Makmun, umat islam telah sampai pada puncak kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang tinggi.

    Dari sejak masuknya kebudayaan asing (falsafah dari agama lain) itu, maka lahirlah perbedaan pandangan dalam ilmu Tauhid. Di masa itu  timbul golongan-golongan seperti Jahamiah, Mu'tazilah, Khawarij, dan sebagainya yang saling berdebat satu sama lain, saling kafir-mengkafirkan.  Terutama ahli Sunnah yang sangat banyak musuhnya, semua ribak (musuh) menjadi lawannya.

    Akan tetapi di zaman khalifah Makmun semua aliran itu dapat dikatakan lenyap atau tidak berpengaruh lagi, kecuali Mu'tazilah yang masih subur karena mendapat lindungan dan sokongan dari khalifah Makmun.  Sehingga setelah wafatnya khalifah, Mu'tazilah tidak mendapat perlindungan lagi bahkan mereka mendapat serangan dan mengalami kemunduran akibat dari semua aliran-aliran yang dahulu tumbuh kembali.

    Golongan Mu'tazilah terus menerus mengalami kemunduran sehingga muncul seorang pemimpin golongan ahli sunnah yang bernama imam as'ary. Di zaman ini, semua madzhab dikatakan lumpuh tak berdaya apalagi setelah tumbuh musuh baru yang lebih kuat, yaitu golongan ahli falsafah. Yang kemudian ahli falsafa h ini  dihancurkan oleh seorang pendekar islam yang bernama Imam Ghazali.   Beliau tidak melarang  orang berfalsafah, tetapi janganlah orang mencampurkan falsafah dengan agama, terutama ketauhidan. Dan supaya falsafah itu jangan dipengaruhi agama, apalagi falsafah yang mungkin bertentangan dengan agama.

    Yang menentang pencampuradukan falsafah dengan agama itu bukan Imam Ghazali saja, melainkan banyak tokoh-tokoh di belakangnya yang hendak membendung gelombang falsafah terhadap agama. Seperti Fakhrudin Ar Razi dan Ibnu Taimiyah dan lain-lain. Agar keyakinan terhadap Allah SWT selalu terjaga dan tanpa harus menjatuhkan atau bersifat fanatik terhadap golongan yang lain karena berbeda penafsiran.
5.   Pengertian Tauhid
    Tauhid, secara bahasa berasal dari kata “wahhada – yuwahhidu” yang artinya menjadikan sesuatu satu/tunggal/esa (menganggap sesuatu esa). Secara istilah syar’i, tauhid berarti mengesakan Allah dalam hal Mencipta, Menguasai, Mengatur dan mengikhlaskan (memurnikan) peribadahan hanya kepada-Nya, meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya serta menetapkan Asma’ul Husna (Nama-nama yang Bagus) dan Shifat Al-Ulya (sifat-sifat yang Tinggi) bagi-Nya dan mensucikan-Nya dari kekurangan dan cacat.

Pembagian Tauhid
Tauhid dibagi menjadi tiga macam:
1.     Tauhid Ar-Rububiyyah
Yaitu mengesakan Allah dalam hal perbuatan-perbuatan Allah, dengan meyakini bahwasanya Dia adalah satu-satuNya Pencipta seluruh makhluk-Nya. Allah berfirman yang artinya:
Katakanlah: “Siapakah Tuhan langit dan bumi?” Jawabnya: “Allah”. Katakanlah: “Maka Patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, Padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?”. Katakanlah: “Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?” Katakanlah: “Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa”. (Ar-Ra’d : 16)
dan Dia adalah Pemberi Rezeki bagi seluruh binatang dan manusia, Firman-Nya yang artinya:
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya”. (Hud : 6)
Dia adalah Raja segala raja, Pengatur semesta alam, … Pemberi ketentuan takdir atas segala sesuatu, Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan.

2.     Tauhid Al-Uluhiyyah
Tauhid Al-Uluhiyyah disebut juga Tauhid Ibadah, dengan kaitannya yang disandarkan kepada Allah disebut tauhid uluhiyyah dan dengan kaitannya yang disandarkan kepada hamba disebut tauhid ibadah, yaitu mengesakan Allah Azza wa Jalla dalam peribadahan.

3.     Tauhid Al-Asma’ wa Shifat
Tauhid Al-Asma’ wa Shifat yaitu mengesakan Allah dalam Nama-nama dan Sifat-sifat bagi-Nya, dengan menetapkan semua Nama-nama dan sifat-sifat yang Allah sendiri menamai dan mensifati Diri-Nya di dalam Kitab-Nya (Al-Qur’an), Sunnah Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tanpa Tahrif (menyelewengkan makna), Ta’thil (mengingkari), Takyif (mempertanyakan/menggambarkan bagaimana-nya)dan Tamtsil (menyerupakan dengan makhluk).

Dan ketiga macam Tauhid ini terkumpul dalam firman-Nya yang artinya:
 “ Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (Maryam : 65).

    Pengucapan kalimat tauhid dengan lisan belaka tidaklah cukup karena ia mempunyai konsekuensi yang harus di tunaikan. Para ulama menegaskan bahwa mengesakan Allah adalah dengan meninggalkan perbuatan syirik baik kecil maupun besar. Di antara konsekuensi pengucapan kalimat tauhid itu adalah mengetahui kandungan maknanya kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Allah berfirman “Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan melainkan Allah.” Kalimat Tauhid berarti Pengingkaran kepada segala sesuatu yg disembah selain Allah SWT dan menetapkan bahwa yang berhak disembah hanyalah Allah semata tidak kepada selain-Nya.

    Secara sederhana dari kalimat tauhid “laa ilaaha illallah” adalah keyakinan yang mutlak yang patut kita tanamkan dalam jiwa bahwa Allah Maha Esa dalam hal mencipta dalam penyembahan tanpa ada sesuatu pun yang mencampuri dan tanpa ada sesuatu pun yang sepadan dengan-Nya kemudian menerima dengan Ikhlas akan apa-apa yang berasal dari-Nya baik berupa perintah yang mesti dilaksanakan ataupun larangan yang mesti di tinggalkan semua itu akan mudah ketika hati ikhlas mengakui bahwa Allah SWT itu Maha Esa.

    Sesungguhnya wajib bagi kita untuk mengenal Allah ( tauhid ) sebelum kita beribadah & beramal karena suatu ibadah itu diterima jika Tauhid kita benar & tidak tercampur dengan  kesyirikan ( menyekutukannya dalam peribadatan ) , maka tegaknya ibadah & amalan kita harus didasari terlebih dahulu dengan At Tauhid sebagaimana akan kita jelaskan dibawah ini :
” Ketahuilah ( ya Muhammad ) sesungguhnya tidak ada sembahan yang haq kecuali Allah, & mohonlah ampun bagi dosa-dosamu, dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. ( QS. Muhammad : 19 ).

    Ketahuilah  semoga Allah merohmatimu- sesungguhnya Allah menegaskan & mendahulukan serta  mengutamakan untuk mengetahui dan berilmu tentang  At tauhid  dari pada beribadah yaitu beristifghfar, dikarenakan ” mengenal tauhid menunjukkan ilmu ‘usul ( dasar pokok & pondasinya agama ), adapun beristighfar menunjukkan ilmu furu’ ( cabang dan aplikasi dari ilmu usul tersebut  ).

    Dan tidak ada perselisihan sedikitpun dikalangan para ulama salaf dan khalaf serta umat islam seluruhnya  bahwasanya : paling afdal & utamanya para nabi & rasul  adalah ke empat nabi tersebut ( Muhammad, Musa, Isa, & Ibrahim ) , tatkala Allah menetapkan & memerintahkan kepada empat rasul yang mulia  ini untuk ma’rifah ( berilmu & mengetahui ) ilmu usul dan dasar serta pondasi agama yaitu Tauhid sebelum ilmu furu’ ( sebagai aplikasi dari ilmu usul ).
Inti dari pembahasan diatas : jadi  telah tetap (syabit) dan benar  (haq) bahwasanya  berilmu dan mengetahui serta mengenal at  tauhid itu adalah kewajiban yang paling pokok & utama sebelum mengenal yang lainya serta beramal  ( karena suatu amalan itu akan di terima jika tauhidnya  benar ).


BAB III
PENUTUP

    Dalam mempelajari tauhid yang berarti kepercayaan, maka sangat penting untuk mengetahui sisi historis atau sejarah. Dalam ruang lingkup sejarah telah tercatat bahwa dilingkungan umat islam dari abad-abad permulaan islam ada sampai sekarang terdapat perbedaan pendapat tentang tauhid terhadap tuhan atau Allah SWT. Dalam perjalanan sejarah islam terdapat firqoh-firqoh dalam I’itiqod yang pahamnya yang mempunyai paham yang berbeda-beda atau bertentangan secara keras ataupun tajam  terhadap satu dengan yang lainya.

    Hal tersebut telah terjadi dan Allah menjadikan hal tersebut dengan segala hikmah yang diketahuinya. Firqoh yang ada diantaranya adalah : Syiah, Khawarij, Mu’tazilah, Qodariah, Jabaraiah, Najariah, Musyabiah, Baiyah, Ahmadiyah, Ibnu Taimiyah, Wahabiah,Suny. Firqoh tersebut merupakan dari pemahaman tauhid yang terjadi karena perbedaan pendapat dan paham yang menjadi perpecahan golongan di kalangan islam.

    Dengan mengetahui latarbelakang dari hal masalah tauhid. Maka kita selalu yakin bahwa Allah adalah tuhan yang maha kuasa dan maha mengetahui apa yang terjadi, baik sekarang maupun yang akan datang. Dengan mengetau ilmu tahid kita akan mengetaui bahwa  islam mempunyai berabagai macam kajian dan sumber ilmu yang sangat luas dan sangat menarik apabila di kaji dengan baik dan teratur
    Tauhid dari segi bahasa ‘mentauhidkan sesuatu’ berarti ‘menjadikan sesuatu itu esa’. Dari segi syari’ tauhid ialah ‘mengesakan Allah didalam perkara-perkara yang Allah sendiri tetapkan melalui Nabi-Nabi Nya yaitu dari segi Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma’ Was Sifat’.

    Tauhid di bagi menjadi tiga yaitu: (1) Tauhid Ar-Rububiyyah Yaitu mengesakan Allah dalam hal perbuatan-perbuatan Allah, dengan meyakini bahwasanya Dia adalah satu-satuNya Pencipta seluruh makhluk-Nya, (2)  Tauhid Al-Uluhiyyah disebut juga Tauhid Ibadah, dengan kaitannya yang disandarkan kepada Allah disebut tauhid uluhiyyah dan dengan kaitannya yang disandarkan kepada hamba disebut tauhid ibadah, yaitu mengesakan Allah Azza wa Jalla dalam peribadahan, (3) Tauhid Al-Asma’ wa Shifat yaitu mengesakan Allah dalam Nama-nama dan Sifat-sifat bagi-Nya, dengan menetapkan semua Nama-nama dan sifat-sifat yang Allah sendiri menamai dan mensifati Diri-Nya di dalam Kitab-Nya (Al-Qur’an), Sunnah Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tanpa Tahrif (menyelewengkan makna), Ta’thil (mengingkari), Takyif (mempertanyakan/menggambarkan bagaimana-nya)dan Tamtsil (menyerupakan dengan makhluk).

    Tauhid bahwasanya  berilmu dan mengetahui serta mengenal at  tauhid itu adalah kewajiban yang paling pokok & utama sebelum mengenal yang lainya serta beramal  ( karena suatu amalan itu akan di terima jika tauhidnya  benar ). Dalam mempelajari tauhid yang berarti kepercayaan, maka sangat penting untuk mengetahui sisi historis atau sejarah. Dalam ruang lingkup sejarah telah tercatat bahwa dilingkungan umat islam dari abad-abad permulaan islam ada samapai sekarang terdapat perbedaan pendapat tentang tauhid terhadap tuhan atau Allah SWT. Dalam perjalanan sejarah islam terdapat firqoh-firqoh dalam I’itiqod yang pahamnya yang mempunyai paham yang berbeda-beda atau bertentangan secara keras ataupun tajam  terhadap satu dengan yang lainya.

DAFTAR PUSTAKA

- Fauzan, Shalih. 2001. Kitab Tauhid I . Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
- (http://id.islamiclopedia.org/wiki/Kitab_Tauhid-Tauhid)
- (http://blog.re.or.id/tauhid-dan-korelasinya-dalam-menghapus-dosa.htm)
- (http://halaqah.net/v10/index.php?action=printpage;topic=9800.0)
-  Muhammad teungku, ‘SEJARAH DAN PENGANTAR ILMU TAUHID/KALAM”, SEMARANG; PUSTAKA RIZKY PUTRA, 2009.
- Jaya, Yahya. Prof. Dr. M.A, Teologi Agama Islam, Padang: Angkasa Raya, 2000.
- Nata, Habudin, Metodologi Stadi Islam, Teori Penelitian Agama, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007.
- Abdul Mu’in, Taib Thohir,  Ilmu Kalam, Jakarta : Widjaya, 1973.
- Abbas, Sirojuddin, I’itiqod Ahlussunah Wal-jama’ah, Jakarta : Pustaka Tarbiyah, 2003.
- Hasbi Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad, Sejarah dan Pengatar Ilmu Kalam, Semarang : Pustaka Riski Putra, 1999.


Comments
0 Comments

0 Komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer